http://bisnisukm.com/prospek-cerah-bisnis-kakao.html
Meski tak setenar kopi, produksi hasil kakao Indonesia
patut diperhitungkan. Menempati posisi ketiga sebagai penghasil kakao terbesar
dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Sayangnya, pencapaian tersebut tidak
turut diimbangi dengan konsumsi cokelat masyarakat Indonesia yang tergolong
rendah.
Saat ini konsumsi kakao terbesar dan paling stabil di dunia
adalah Uni Eropa yang mencapai 11 kilogram (kg) per kapita per tahun.
Bandingkan dengan konsumsi Asia kurang dari 1 kg per tahun, sedangkan konsumsi
orang Indonesia rata-rata hanya 50 gram per kapita per tahun.
Pengaruh cokelat impor dan kuatnya persaingan pasar menjadi
pemicu menurunnya konsumsi masyarakat Indonesia. Di mata dunia Indonesia hanya
dinilai sebagai penghasil kakao dan belum dianggap sebagai penghasil cokelat
yang baik. Untuk itu perlu adanya peningkatan kualitas mutu cokelat.
Indonesia memiliki dua jenis cokelat. Pertama dibuat dari
minyak lemak buah kakao yang kita sebut sebagai cokelat. Kedua, cokelat compound terbuat dari minyak kelapa
sawit. Jenis cokelat kedua ini banyak beredar di pasaran 70-80 persen.
Menurut Tissa, pendiri Pipiltin Cocoa sejak tahun 2013,
rata-rata biji cokelat Indonesia tanpa melalui proses fermentasi karena
permintaan pasar domistik yang begitu besar dalam skala industri. Kebiasaan
para petani adalah menjual langsung biji kakao. Selain karena waktu inkubasi
lama, harga cokelat fermentasi dan non fermentasi tidak jauh berbeda.
Padahal bila menilisik lebih dalam, cokelat fermentasi
memiliki rasa lebih berkualitas dengan perpaduan cita rasa yang begitu
kompleks. Sementara itu, biji cokelat yang terfermentasi berkualitas ini malah
terpelosok di negara-negara yang begitu mengagumi cokelat seperti Swiss salah
satunya.
Terbukanya konsumen masa kini kian peduli terhadap cokelat
yang mereka makan. Inilah fase dimana derajat cokelat Indonesia kian terhormat
dengan mengusung wisata cokelat di beberapa daerah. Bahan cokelat asal Indonesia tentulah menarik
perhatian termasuk berkenalan dengan karakter cokelat milik negeri sendiri
mulai dari sejarah hingga proses pembuatan cokelat.
Coklat Terfermentasi
Tanaman Cokelat telah masuk ke Indonesia hampir 500 tahun
lalu. Sejak itulah perkebunan cokelat kian berkembang di Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan pasar dunia. Proses fermentasi cokelat menjadi penentu biji
kakao menghasilkan aroma khas. Biji kakao lokal terasa pahit dan tidak
mengeluarkan aroma cokelat bila tidak difermentasi.
Bisa dikatakan melalui proses fermentasi dapat menghasilkan
cokelat yang setara dengan cokelat Ghana. Kakao Indonesia disinyalir tidak
mudah meleleh sehingga cocok untuk blending
(proses beberapa jenis kakao yang berbeda dapat dicampur untuk mendapatkan rasa
yang tepat).
Hasil cokelat terfermentasi berupa prekursor cita rasa,
warna biji coklat-hitam, mengurangi cita rasa pahit, sepat dan aroma bunga,
meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan mengeraskan biji tempurung. Disamping
fermentasi, kematangan buah dan proses pengeringan yang baik sangat berpengaruh
terhadap produk hasil olahan cokelat.
Proses fermentasi berlangsung beberapa hari, sehingga
banyak petani yang seringkali mengabaikan fermentasi cokelat. Bila proses
fermentasi diabaikan, biji kakao langsung direndam dalam air untuk membuang
pulp (daging buah) kemudian dijemur. Langkah tersebut diambil oleh petani untuk
memperoleh keuntungan lebih cepat.
Kakao muncul langsung dari batangnya, biasanya kakao yang
matang berwarna kuning hingga jingga. Kakao dapat berbuah sepanjang tahun. Saat
pemanenan kakao harus dilakukan hati-hati agar tidak melukai batang karena
bunga cokelat dapat tumbuh di tempat yang sama.
Untuk menemukan cokelat terfermentasi, beberapa pebisnis
cokelat bahkan harus turun langsung dan bekerja sama dengan petani cokelat. Mereka
juga kerap menjaga hubungan baik dengan para petani cokelat.
Roasting, Winnowing, Grinding
Proses pengolahan cokelat bergantung pada kondisi cuaca,
metode yang dipakai melalui fermentasi atau tidak dan penggunaan mesin. Proses
ini bisa berlangsung belasan hari mulai dari panen sampai menjadi cokelat.
Kakao yang dipanen adalah kakao matang sempurna di pohon
untuk memberikan hasil terbaik. Pemilihan buah yang dipanen sangat menentukan
kualitas cokelat. Biji kakao yang telah dipetik kemudian difermentasi selama lima
hari. Cokelat difermentasi dengan getah dalam cokelat sendiri yang mengeluarkan
enzim secara alami.
Tujuannya agar rasa cokelat lebih asam. Biji kakao
dimasukkan dalam kotak kayu kemudian diperam selama 48 jam. Biji kakao harus dirotasi
agar merata kemudian diperam lagi selama 48 jam dan dijemur selama empat hari.
Biji kakao kering disortir secara manual dengan tangan dan
dipilah-pilah berdasarkan berat jenisnya. Perhitungan berat per 100 gam, coklat
yang baik dalam 100 gram terdiri dari 80-90 biji maksimal 95 biji. Di luar
jumlah tersebut bisa dikatakan kualitas biji coklat buruk.
Agar aromanya keluar biji kakao harus di-roasting atau dibakar untuk memperkuat
cita rasa cokelat. Biji masuk mesin winnower
untuk memisahkan kulit dan daging biji kakao melalui proses penyaringan.
Cangkang dan inti biji (nibs) akan terpisah saat pengayaan.
Proses selanjutnya daging kakao digiling hingga lembut
dengan mesin grinder. Dalam proses
penghalusan kakao diuji rasa dan kualitasnya dengan mikrometer untuk memastikan
cokelat dalam kondisi baik.
Hasil grinding berupa
cairan coklat kental, kemudian dimasukkan mesin pengadukan selama tiga hari
untuk mengurangi tingkat keasaman. Keluarnya hawa panas saat pengadukan menandai
rasa asam dari pasta cokelat berkurang. Cairan cokelat juga dicampur dengan
tambahan gula, susu untuk menambah rasa dan emulsifier
sebagai pengikat.
Cokelat kembali dipanaskan menggunakan mesin tempering pada suhu 53 derajat Celcius.
Kondisi ini membuat cokelat tampak lebih mengkilat. Setelah tempering cokelat didinginkan pada suhu
28 derajat Celcius. Suhu tersebut bukan patokan karena setiap merek punya
perlakuan yang berbeda.
Meningkatnya produksi coklat di Indonesia tentulah membuat
kita berbangga dengan negeri ini. Menempati urutan ketiga dunia sebagai
penghasil cokelat harus didukung dengan mutu kualitas terbaik.
Selama proses pengolahan dari biji kakao menjadi cokelat tersebut
diolah sesuai standar, mutu kualitas coklat dapat terjaga. Kita bebas
menyanding cokelat terbaik dari beberapa daerah di Indonesia. Kalau beberapa
negara saja bisa menghasilkan the best cocholate
dari biji kakao Indonesia, jadi kenapa kita tidak!
0 komentar:
Posting Komentar